Selamat Datang di Blog Moko Yuliatmoko

Selasa, Desember 23, 2014

Metode pembelajaran Think-Talk-Write (TTW)



Metode pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) dikembangkan oleh Huinker dan Laughlin yang dibangun melalui berpikir, berbicara, dan menulis.

 Suyatno (2009:66) menyatakan bahwa alur strategi pembelajaran TTW (Think Talk Write) dimulai dari keterlibatan siswa dalam berfikir melalui bahan bacaannya dikomukasikan dengan presentasi, diskusi dan membuat laporan hasil diskusi/presentasi.

Langkah–langkah metode pembelajaran Think Talk Write (TTW) menurut Martinis Yamin dan Bansu I. Antasari (2008) adalah

  1. Guru membagi teks bacaan berupa lembar aktivitas siswa yang memuat situasi masalah yang bersifat open - ended serta memberikan petunjuk dan prosedur pelaksanaannya.
  2. Siswa membaca teks dan membuat catatan hasil bacaan serta individual, untuk dibawa ke forum diskusi (Think
  3. Siswa berinteraksi dan berkelaborasi dengan teman untuk membahas isi catatan (Talk). Guru berperan sebagaimediator dalam lingkungan belajar. 
  4. Siswa mengkontruksikan sendiri pengetahuan sebagai hasil kolaborasi (Write). 
  5. Guru memantau dan mengevaluasi tingkat pemahaman siswa.

Pembelajaran dengan metode Think-Talk-Write (TTW) dapat digambarkan sebagai berikut:

 





Gambar 1. Desain Pembelajaran Think-Talk-Write

 

Keterangan:

  1. Guru memberiakan materi pelajaran dalam bentuk permasalahan pembelajarandalam mata pelajaran tertentu
  2. Siswa menyelesaikan permasalahan tersebut dengan langkah think, talk,kemudian write adalah siswa dapat mengkomunikasikan permasalahan pembelajaran tersebut dengan kata-kata dan bahasa yang mudah dipahami siswa sehingga siswa mudah dalam memahami konsep-konsep yang ada pada materi pelajaran yang sedang dipelajari. 
  3. Guru memantau hasil pemahaman siswa dan mengevaluasi hasil pemahaman tersebut.

Peranan guru dalam metode pembelajaran think-talk-write (TTWmenurut Silver dan mith (1996) dalam Martinis Yamin dan Bansu I. Antasari (2008) adalah

  1. Mengajukan pertanyaan dan tugas yang mendatangkan keterlibatan dan menantang setiap siswa berfikir. 
  2. Mendengar secara hati-hati ide siswa. 
  3. Menyuruh siswa mengungkapkan ide secara lisan dan tertulis. 
  4. Memutuskan apa yang digali dan dibawa siswa dalam diskusi. 
  5. Memutuskan kapan memberi informasi, mengklarifikasi persoalan-persoalan, menggunakan model, membimbing dan membiarkan siswa berkunjung dengan kesulitan. 
  6. Memonitoring dan menilai partisipasi siswa dalam diskusi dan memutuskan kapan dan bagaimana mendorong siswa untuk berpartisipasi.

 

Selengkapnya...

MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION (GI)



A. Sejarah Group Investigation (GI)

Salah satu model pembelajaran yang mendukung keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar adalah model pembelajaran GI (Krismanto, 2003:6).

Sudjana (Mudrika, 2007:15) mengemukakan bahwa GI dikembangkan oleh Herbert Thelen sebagai upaya untuk mengkombinasikan strategi mengajar yang berorientasi pada pengembangan proses pengkajian akademis. Kemudian Joyce dan Weil (1980:230) menambahkan bahwa model pembelajaran GI yang dikembangkan oleh Thelen yang bertolak dari pandangan John Dewey dan Michaelis yang memberikan pernyataan bahwa pendidikan dalam masyarakat demokrasi seyogyanya mengajarkan demokrasi langsung.
Selanjutnya Aisyah (2006:15) mengutarakan bahwa model pembelajaran GI kemudian dikembangkan oleh Sharan dan sharen pada tahun 1970 di Israel. Sementara itu Tsoi, Goh, dan Chia (Aisyah, 2006:11) menambahkan bahwa model pembelajaran GI secara filosofis beranjak dari faradigma konstruktivis. Dimana belajar menurut pandangan konstruktivis merupakan hasil konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang. Pandangan penekanan bahwa pengetahuan kita adalah hasil pembentukan kita sendiri (Suparno, dalam Trianto, 2007:28)


B.Model Pembelajaran Group Investigation (GI)

Menurut Anwar (Aisyah, 2006:14) secara harfiah investigasi diartikan sebagai penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta-fakta, melakukan peninjauan dengan tujuan memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang suatu peristiwa atau sifat. Selanjutnya Krismanto (2003:7) mendefinisikan investigasi atau penyelidikan sebagai kegiatan pembelajaran yang memberikan kemungkinan siswa untuk mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan dan hasil yang benar sesuai pengembangan yang dilalui siswa.

Height (Krismanto, 2003:7) menyatakan to investigation berkaitan dengan kegiatan mengobservasi secara rinci dan menilai secara sistematis. Jadi investigasi adalah proses penyelidikan yang dilakukan seseorang, dan selanjutnya orang tersebut mengkomunikasikan hasil perolehannya, dapat membandingkannya dengan perolehan orang lain, karena dalam suatu investigasi dapat diperoleh satu atau lebih hasil. Dengan demikian akan dapat dibiasakan untuk lebih mengembangkan rasa ingin tahu. Hal ini akan membuat siswa untuk lebih aktif berpikir dan mencetuskan ide-ide atau gagasan, serta dapat menarik kesimpulan berdasarkan hasil diskusinya di kelas.

Model investigasi kelompok merupakan model pembelajaran yang melatih para siswa berpartisipasi dalam pengembangan sistem sosial dan melalui pengalaman, secara bertahap belajar bagaimana menerapkan metode ilmiah untuk meningkatkan kualitas masyarakat. model ini merupakan bentuk pembelajaran yang mengkombinasikan dinamika proses demokrasi dengan proses inquiry akademik. melalui negosiasi siswa-siswa belajar pengetahuan akademik dan mereka terlibat dalam pemecahan masalah sosial. dengan demikian kelas harus menjadi sebuah miniatur demokrasi yang menghadapi masalah-masalah dan melalui pemecahan masalah, memperoleh pengetahuan dan menjadi sebuah kelompok sosial yang lebih efektif.

Selanjutnya Thelen (Joyce dan Weil, 1980:332) mengemukakan tiga konsep utama dalam pembelajaran GI, yaitu:

a.       Inquiry

b.      Knowledge

c.       The dynamics of the learning group

Sementara itu Setiawan (2006:10) mendeskripsikan fase-fase dalam pembelajaran GI yaitu sebagai berikut:

a. Fase membaca, menerjemahkan, dan memahami masalah

Pada fase ini siswa harus memahami permasalahnnya dengan jelas. Apabila dipandang perlu membuat rencana apa yang harus dikerjakan, mengartikan persoalan menurut bahasa mereka sendiri dengan jalan berdiskusi dalam kelompoknya, yang kemudian didiskusikan dengan kelompok lain. Jadi pada fase ini siswa memperlihatkan kecakapan bagaimana ia memulai pemecahan suatu masalah, dengan:

a)Menginterpretasikan soal berdasarkan pengertiannya

b)Membuat suatu kesimpulan tentang apa yang harus dikerjakannya.

b. Fase pemecahan masalah

Pada fase ini mungkin siswa menjadi bingung apa yang harus dikerjakan pertama kali, maka peran guru sangat diperlukan, misalnya memberikan saran untuk memulai dengan suatu cara, hal ini dimaksudkan untuk memberikan tantangan atau menggali pengetahuan siswa, sehingga mereka terangsang untuk mecoba mencari cara-cara yang mungkin untuk digunakan dalam pemecahan soal tersebut, misalnya dengan membuat gambar, mengamati pola atau membuat catatan-catatan penting. Pada fase ini siswa diharapkan melakukan hal-hal sebagai berikut:


a)Mendiskusikan dan memilih cara atau strategi untuk menangani permasalahan
b)Memilih dengan tepat materi yang diperlukan
c)Menggunakan berbagai macam strategi yang mungkin
d)Mencoba ide-ide yang mereka dapatkan pada fase a.
e)Memilih cara-cara yang sistematis
f)Mencatat hal-hal penting
g)Bekerja secara bebas atau bekerja bersama-sama (atau kedua-duanya)
h)Bertanya kepada guru untuk mendapatkan gambaran strategi untuk penyelesaian
i)Membuat kesimpulan sementara
j)Mengecek kesimpulan sementara yang didapat sehingga yakin akan kebenarannya

c. Fase menjawab dan mengkomunikasikan jawaban

Setelah memecahkan masalah, siswa harus diberikan pengertian untuk mengecek kembali hasilnya, apakah jawaban yang diperoleh itu cukup komunikatif atau dapat dipahami oleh orang lain, baik tulisan, gambar, ataupun penjelasannya. Pada intinya fase ini siswa diharapkan berhasil:

a)Mengecek hasil yang diperoleh
b)Mengevaluasi pekerjannya
c)Mencatat dan menginterpretasikan hasil yang diperoleh dengan berbagai cara
d)Mentransfer keterampilan untuk diterapkan pada persoalan yang lebih kompleks

Sejalan dengan pendapat Setiawan di atas, Sharen et al (Krismanto, 2003:8) mendisain model pembelajaran GI menjadi enam tahapan, yaitu:

a. Tahap mengidentifikasi topik dan pengelompokan

Para siswa memilih berbagai sub topik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok pada pembelajaran ini heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik, maupun kemampuan akademik.

b. Tahap merencakan penyelidikan kelompok

Para siswa beserta guru merencakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a. di atas

c. Tahap melaksakan penyelidikan

Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b. Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber, baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika deperlukan.

d. Tahap menyiapkan laporan akhir

Para siswa menganalisis dan mengsintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c. dan merencakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yan menarik di depan kelas.

e. Tahap menyajikan laporan

Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut.

f. Tahap evaluasi

Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok dan bahkan kedua-duanya.

C. Peran guru dalam model pembelajaran GI

Setiawan (2006:12) mendeskripsikan peranan guru dalam pembelajaran GI sebagai berikut:

a. Memberikan informasi dan instruksi yang jelas
b. Memberikan bimbingan seperlunya dengan menggali pengetahuan siswa yang menunjang pada pemecahan masalah (bukan menunjukan cara penyelesaianya)
c. Memberikan dorongan sehingga siswa lebih termotivasi
d. Menyiapkan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh siswa
e. Memimpin diskusi pada pengambilan kesimpulan akhir

D.Kelebihan Pembelajaran GI

Setiawan (2006:9) mendeskripsikan beberapa kelebihan dari pembelajaran GI, yaitu sebagai berikut:

a. Secara Pribadi

a)dalam proses belajarnya dapat bekerja secara bebas
b)memberi semangat untuk berinisiatif, kreatif, dan aktif
c)rasa percaya diri dapat lebih meningkat
d)dapat belajar untuk memecahkan, menangani suatu masalah


b. Secara Sosial / Kelompok

a)meningkatkan belajar bekerja sama
b)belajar berkomunikasi baik dengan teman sendiri maupun guru
c)belajar berkomunikasi yang baik secara sistematis
d)belajar menghargai pendapat orang lain
e)meningkatkan partisipasi dalam membuat suatu keputusan

E.Kekurangan model belajar GI

a.Sedikitnya materi yang tersampaikan pada satu kali pertemuan
b.Sulitnya memberikan penilaian secara personal
c.Tidak semua topik cocok dengan model pembelajaran GI, meodel pembelajran GI cocok untuk diterapkan pada suatu topik yang menuntut siswa untuk memahami suatu bahasan dari pengalaman yang dialami sendiri

d.Diskusi kelompok biasanya berjalan kurang efektif

Berdasarkan pemaparan mengenai model pembelajaran GI tersebut, jelas bahwa model pembelajaran GI mendorong siswa untuk belajar lebih aktif dan lebih bermakna. Artinya siswa dituntut selalu berfikir tentang suatu persoalan dan mereka mencari sendiri cara penyelesaiannya. Dengan demikian mereka akan lebih terlatih untuk selalu menggunakan keterampilan pengetahuannya, sehingga pengetahuan dan pengalaman belajar mereka akan tertanam untuk jangka waktu yang cukup lama (Setiawan, 2006:9).

Hal ini sesuai dengan pendapat Pieget (Sagala, 2007:24) bahwa dalam proses perkembangan dan pertumbuhan kognitif anak terjadi proses asimilasi dan akomodasi. Proses asimilasi merupakan penyesuaian atau mencocokan informasi yang baru dengan apa yang telah ia ketahui. Sedangkan proses akomodasi adalah anak menyusun dan membangun kembali atau mengubah apa yang telah diketahui sebelumnya sehingga informasi yang baru itu dapat disesuaikan dengan lebih baik. Sementara itu menurut Suherman (2003:36) bahwa proses asimilasi dan akomodasi merupakan perkembangan skemata. Skemata tersebut membentuk suatu pola penalaran tertentu dalam pikiran anak.
Kemudian jika dilihat dari fase-fse pembelajaran GI, terlihat adanya proses interaksi antara siswa dalam pembelajaran, memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara berkelompok dalam menyelidiki, menemukan, dan memecahkan masalah. Dengan demikian diharapkan kompetensi penalaran siswa dapat lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Pieget (Sagala, 2007:190) bahwa pertukaran gagasan-gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat distimulasi oleh konfrontasi kritis, khususnya dengan teman-teman setingkat. Oleh karena itu diharapkan dengan menggunakan model pembelajaran GI ini, kompetensi penalaran siswa dapat lebih baik daripada pembelajaran secara ekspositori.


3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan mengenai model pembelajaran GI tersebut, dapat dismpulkan bahwa model pembelajaran GI mendorong siswa untuk belajar lebih aktif dan lebih bermakna. Artinya siswa dituntut selalu berfikir tentang suatu persoalan dan mereka mencari sendiri cara penyelesaiannya. Dengan demikian mereka akan lebih terlatih untuk selalu menggunakan keterampilan pengetahuannya, sehingga pengetahuan dan pengalaman belajar mereka akan tertanam untuk jangka waktu yang cukup lama

Selengkapnya...

Strategi Belajar Think Pair Share



Pengertian Strategi Think Pair Share

Strategi Think Pair Share (TPS) atau berfikir berpasangan berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Strategi Think Pair Share (TPS) ini berkembang dari penelitian belajar koopertif. Strategi Think Pair Share (TPS) pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dan koleganya di Universitas Marryland.

Arends menyatakan bahwa Think Pair Share (TPS) merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan dan proses yang digunakan dalam Think Pair Share (TPS) dapat memberi siswa waktu yang lebih banyak untuk berfikir, untuk merespon dan saling membantu (Trianto, 2007:61).
Model pembelajaran Think Pair Share merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana. Dengan model pembelajaran ini siswa dilatih bagaimana mengutarakan pendapat dan siswa juga belajar menghargai pendapat orang lain dengan tetap mengacu pada materi/tujuan pembelajaran. Think Pair Share dirancang untuk mempengaruhi interaksi siswa. Struktur ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok-kelompok kecil.

Think Pair Share dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat suatu informasi dan seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas. Selain itu, Think Pair Share juga dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan berpartisipasi dalam kelas.




Langkah-langkah pembelejaran Think Pair Share

Penggunan strategi Think Pair Share (TPS) adalah untuk membandingkan tanya jawab kelompok keseluruhan. Langkah-langkah dalam strategi Think Pair Share (TPS) adalah sebagi berikut:

Lagkah 1 : Berfikir (Thinking

Guru mengajukan suatu pertanyaan atau permasalahan yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berfikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian dari berfikir.

Langkah 2 : Berpasangan (Pairing

Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan suatu msalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.

Langkah 3 : Berbagi (Shairing

Pada langkah akhir guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan kepasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapatkan kesempatan untuk melaporkan.

Selengkapnya...

Model Pembelajaran Teams Games Tournaments (TGT)



Teams Games Tournaments (TGT)

 A.          TEAMS GAMES TOURNAMENTS (TGT)

TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, suku kata atau ras yang berbeda.

Menurut Slavin pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 langkah tahapan yaitu : tahap penyajian kelas (class precentation), belajar dalam kelompok (teams), permainan (games), pertandingan (tournament), dan penghargaan kelompok (team recognition). Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Slavin, maka model pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a)      Siswa Bekerja Dalam Kelompok- Kelompok Kecil

Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda. Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat memotifasi siswa untuk saling membantu antar siswa yang berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran. Hal ini menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara kooperatif sangat menyenangkan.

b)      Games Tournament

Dalam permainan ini setiap siswa yang bersaing merupakan wakil dari kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya, masing-masing ditempatkan dalam meja-meja turnamen. Tiap meja turnamen ditempati 5 sampai 6 orang peserta, dan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Dalam setiap meja turnamen diusahakan setiap peserta homogen. Permainan ini dimulai dengan memberitahuakan aturan permainan. Setelah itu permainan dimulai dengan membagikan kartu-kartu soal untuk bermain. (kartu soal dan kunci ditaruh terbalik di atas meja sehingga soal dan kunci tidak terbaca). Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai berikut. Pertama,setiap pemain dalam tiap meja menentukan dahulu pembaca soal dan pemain pertama dengan cara undian. Kemudian pemain yang menang undian mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang diambil oleh pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri oleh pemain dan penantang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai, maka pemain akan membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditanggapai oleh penantang searah jarum jam.setelah itu pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor hanya diberikan kepada pemain yang menjawab benar atau penantang yang pertama kali memberikan jawaban benar.

Jika semua pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan saja. Permainan dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis dibacakan, dimana posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta dalam satu meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal, pemain dan penantang. Disini permainan dapat dilakukan berkali-kali dengan syarat bahwa setiap peserta harus mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemain, penantang, dan pembaca soal.

c)      Penghargaan kelompok

Langkah pertama sebelum memberikan penghargaan kelompok adalah menghitung rerata skor kelompok. Pemberian penghargaan didasarkan atas rata-rata poin yang didapat oleh kelompok tersebut. Dimana penentuan poin yang diperoleh oleh masing-masing anggota kelompok didasarkan pada jumlah kartu yang diperoleh, seperti ditunjukkan pada tabel berikut:

 

Tabel Perhitungan Poin Permainan Untuk Empat Pemain
Pemain dengan
Poin bila jumlah kartu yang diperoleh
Top Scorer
40
High Middle Scorer
30
Low Middle Scorer
20
Low Scorer
10
 

 

Tabel Perhitungan Poin Permainan Untuk Tiga Pemain

Pemain dengan
Poin bila jumlah kartu yang diperoleh
Top scorer
60
Middle Scorer
40
Low scorer
20

 (sumber : Slavin, 1995:90)

 

B.           KOMPONEN UTAMA DALAM TGT

Terdapat  5 komponen utama dalam TGT, yaitu :

1.      Penyajian kelas

Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin oleh guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena  akan membentu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.

2.      Kelompok (team)

Kelompok terdiri atas 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan rasa tau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan lebih baik dan optimal pada saat game

3.      Game

Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang di dapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.

4.      Turnamen

Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan dalam satu meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.

5.      Team Recognize (penghargaan kekompok)

Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi criteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40.

 

C.    KELEMAHAN DAN KELEBIHAN TGT

Metode pembelajaran kooperatif Team Games Tournament (TGT) ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut Suarjana (2000:10) dalam Istiqomah (2006), yang merupakan kelebihan dari pembelajaran TGT antara lain :

1)      Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas

2)      Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu

3)      Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam

4)      Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa

5)      Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain

6)      Motivasi belajar lebih tinggi

7)      Hasil belajar lebih baik

8)      Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi


Sedangkan kelemahan TGT adalah:

1)      Bagi guru

Ø  Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis. Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru yang bertindak sebagai pemegang kendali teliti dalam menentukan pembagian kelompok

Ø  Waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati waktu yang sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru mampu menguasai kelas secara menyeluruh

2)       Bagi siswa

Ø  Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasi kelemahan ini, tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi agar dapat dan mampu menularkan pengetahuannya kepada siswa yang lain.

Selengkapnya...